Jakarta,- | Rasionews | Fenomena Over Dimension and Over Loading (ODOL) telah menjadi permasalahan krusial dalam sektor transportasi darat di Indonesia. Hampir setiap hari masyarakat disuguhkan dengan berita kecelakaan lalu lintas yang melibatkan truk ODOL. Namun, yang lebih mengkhawatirkan bukan hanya frekuensinya, melainkan pembiaran sistemik yang menjadikan ODOL sebagai kebutuhan dalam mata rantai logistik. ODOL bukan sekadar pelanggaran teknis, melainkan cerminan dari gagalnya sistem pengawasan, pembinaan, dan penegakan hukum lintas sektor.
Sejak krisis moneter 1998, sistem transportasi nasional mengalami degradasi. Pemerintah pusat tidak sigap mengantisipasi lonjakan kebutuhan logistik dan pergeseran paradigma bisnis. Lahirnya rezim otonomi daerah memperparah ketidakterpaduan kebijakan pusat daerah. Regulasi soal karoseri, pengawasan angkutan, dan perizinan usaha tidak seragam implementasinya.
Di tengah stagnasi regulasi, kendaraan built-up masuk ke pasar domestik tanpa kontrol dimensi muatan yang memadai. Pemilik barang dan perusahaan angkutan berlomba menawarkan tarif termurah, mendorong eksploitasi truk hingga melampaui kapasitas teknis. Di lapangan, truk wajib ODOL menjadi syarat “agar dapat order”, karena muatan harus diangkut sekali jalan untuk menekan biaya dan ini berdampak sistemik pada rantai pasok nasional (supply chain), harga bahan pokok, hingga keselamatan masyarakat.
Pemeriksaan truk ODOL di jalan hanyalah langkah ujung dari gunung es persoalan. Sesungguhnya, masalah dimulai dari hulu, yaitu:
1. Lemahnya pengawasan terhadap karoseri, termasuk maraknya bengkel karoseri ilegal.
2. Perizinan usaha angkutan yang hanya formalitas dokumen, tanpa verifikasi implementasi Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum (SMK-PAU).
- Advertisement -
3. Minimnya database transportasi darat nasional tidak diketahui berapa jumlah kendaraan ODOL yang aktif, berapa pengemudi yang kompeten, dan bagaimana rekam jejak kecelakaan tiap operator.
4. Uji berkala tidak berfungsi sebagai kontrol keselamatan, melainkan hanya sekadar pelengkap administrasi izin.
Sesuai Pasal 277 UU No. 22 Tahun 2009, modifikasi kendaraan tanpa izin pabrikan dan karoseri resmi merupakan tindak pidana. Namun, penegakan pasal ini tidak masif karena
- Advertisement -
* Tidak ada sistem integrasi data antara Ditjen Perhubungan Darat dan Kementerian Perindustrian terkait kendaraan yang dimodifikasi.
* Karoseri tidak terdaftar atau luput dari pengawasan.
* Pemeriksaan uji tipe dan pengawasan lapangan tidak tuntas.
*
Maka dari itu, bola panas penindakan seharusnya tidak terus menerus dilempar ke jalan, tetapi ke pembinaan perusahaan. Audit keselamatan dan sistem manajemen risiko kendaraan harus dilakukan sejak awal di perusahaan angkutan. Hal ini sesuai Pasal 206 UU No. 22 Tahun 2009, yang mengamanatkan adanya audit keselamatan berkala oleh regulator, baik pusat maupun daerah.
Solusi Strategis dan Sistemik
1. Penataan Ulang Perizinan Angkutan dan Karoseri
Perketat pemberian izin usaha KBLI 49431 (angkutan barang biasa) dan KBLI 49432 (angkutan khusus).
Verifikasi lapangan bukan sekadar dokumen SMK PAU. Harus ada audit langsung terhadap sistem pre-inspection, pemeliharaan, dan pelatihan pengemudi.
Karoseri yang tidak berizin wajib ditindak sesuai Pasal 277. Koordinasi Perhubungan Perindustrian Kepolisian sangat penting.
2. Digitalisasi & Integrasi Big Data Transportasi
Buat sistem nasional yang mencatat:
* Data perusahaan angkutan (izin, jumlah armada, pelatihan SMK PAU)
* Status kendaraan (uji berkala, modifikasi, dimensi)
* Riwayat kecelakaan, pelanggaran ODOL, dan tindakan pembinaan
Sistem ini harus real-time dan menjadi syarat wajib dalam operasionalisasi izin angkutan.
3. Implementasi Penuh SMK-PAU
Sesuai Permenhub No. 85 Tahun 2018, sistem ini harus:
* Mewajibkan pre-inspection sebelum keberangkatan
* Menyediakan pelatihan dan sertifikasi pengemudi
* Memonitor kendaraan dan pengemudi selama perjalanan
* Menyediakan protokol tanggap darurat dan investigasi kecelakaan
Pengawasan pelaksanaan SMK PAU harus didesentralisasi ke Dishub Kabupaten/Kota dengan laporan rutin ke pusat.
4. Pengawasan Uji Berkala Harus Reformatif
Sesuai Permenhub No. 19 Tahun 2021 dan Permenhub No. 156 Tahun 2016, pengujian harus dilakukan oleh penguji bersertifikasi, bukan sekadar pengisi formulir.
Hasil uji wajib mencakup kondisi rem, sistem kelistrikan, kelayakan dimensi, dan kelebihan beban—yang jika gagal harus segera disanksi.
5. Reposisi Peran Pengemudi Dari Buruh ke Profesi
Pengemudi angkutan harus dilindungi dan dibina, bukan dikorbankan.
Profesi pengemudi harus tunduk pada standar kompetensi, sertifikasi, dan pembinaan berkelanjutan.
Harus ada payung hukum agar pengemudi dapat menolak kendaraan ODOL tanpa takut kehilangan pekerjaan sebagaimana prinsip tanggung jawab berjenjang dalam SMK PAU.
Closing Statement
Maka, sudah saatnya pemerintah menempatkan Research and Development (R&D) sebagai dasar perumusan kebijakan transportasi darat. Investigasi kecelakaan lalu lintas harus dibedah secara saintifik dan sistemik untuk menemukan aktor sesungguhnya. Jangan biarkan nyawa rakyat menjadi korban kelalaian sistem yang gagal dibenahi.
ODOL adalah simptom kegagalan sistemik. Hanya dengan sinergi regulasi, pengawasan berbasis data, dan pembinaan menyeluruh, keadilan dan keselamatan transportasi darat dapat ditegakkan. Ini bukan lagi soal teknis kendaraan, tetapi soal
hak hidup rakyat Indonesia yang telah lama dikorbankan oleh sistem yang abai.
Penulis
Eddy Suzendi SH
Advokat LLAJ
Tagline Keselamatan& Keadilan
Kontak : 08122497769
email : eddypedro4@ gmail.com
Websit :www.esplawfirm.my.id
(*Rohena)