Bekasi | Peredaran obat-obatan golongan-G merk Excimer dan Tramadol kembali marak. Bebasnya penjualan obat-obatan tersebut dilakukan oleh oknum pedagang berkedok toko kosmetik tepatnya di Jl. Patriot No.2 Jaka Sampurna Bekasi Barat, Kota Bekasi Jawa Barat dan di Jalan Sultan Agung KM. 29 Kalibaru Barat Bekasi Barat, Jum’at (16/2/ 2024).
Praktek jual beli obat jenis golongan-G tersebut diduga menyalahi ketentuan izin edar dagang karena dalam melancarkan aksinya berkedok toko kosmetik, dan toko Obat, bukan apotik resmi dengan perizinan yang dikeluarkan oleh pihak pemerintah.
Excimer dan Tramadol adalah jenis obat keras golongan-G yang penggunaannya harus dalam pengawasan dan resep dokter, karena apabila salah dalam penggunaan, akan menyebabkan efek samping pada kesehatan.
Salah seorang penjaga Toko Kosmetik yang berinisial (R) mengiyakan bahwa obat Tramadol dan Excimer yang di jual tanpa resep dokter.
” Disini hanya menjual 3 macam saja, Tramadol Excimer dan trihexyphenidyl,” Ucapnya.
- Advertisement -
Ia juga menjelaskan, kalau pelanggan yang membeli obat tersebut memang tidak ada yang mengunakan resep dokter, saya hanya jaga toko, kalau pemiliknya berinisial (C)” ujarnya.
Aryo, seorang Aktivis meminta Kepada pihak aparat Kepolisian agar menindak tegas dan menindaklanjuti soal peredaran obat -obatan ini, agar tidak merusak generasi muda yang ada di wilayah Bekasi.
” Mau jadi apa generasi muda kita ini, kalau sudah terkontaminasi obat-obatan dan bahkan penjualan obat tramadol dan excimer yang berkedok toko kosmetik makin marak, parahnya lagi, penjualannya tanpa resep dokter.” Pungkasnya.
Sebagaimana Merujuk pasal tentang penyalahgunaan obat-obatan, yakni pasal 196 Jo Pasal 197 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN.
- Advertisement -
Pasal 197, Disebutkan :
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).”
(Fidri/Red).